12.3.09

Proses Produksi ASI

Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Seorang bayi dapat disusui oleh ibunya sendiri atau oleh wanita lain. ASI juga dapat diperah dan diberikan melalui alat menyusui lain seperti botol susu, cangkir, sendok, atau pipet.

ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui. Juga terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi.

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi
. Keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi hormonal setelah dan saat kehamilan. Sementara kondisi sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas.

Pengaruh Hormonal

Sejak bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita mulai memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara. Hingga akhirnya pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara telah siap memproduksi ASI.

Adapun hormon-hormon tersebut adalah:
Ø
Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoli selama kehamilan.
Ø
Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu (let-down / milk ejection reflex)
Ø
Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran
Ø
Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu yang menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
Ø
Follicle stimulating hormone (FSH)
Ø
Luteinizing hormone (LH)
Ø
Human placental lactogen (HPL): sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan.

Dalam proses produksi ASI atau Laktogenesis terdapat tiga fase yaitu:
Laktogenesis I
Selama masa kehamilan, payudara biasanya menjadi lebih besar seiring dengan meningkatnya jumlah dan ukuran kelenjar alveoli sebagai hasil dari peningkatan hormon estrogen. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan HPL
, yang berperan dalam produksi ASI, aktif bekerja. Hal ini terjadi sampai seorang bayi telah disusui untuk beberapa hari dimana produksi susu yang sebenarnya dimulai.

Pada fase terakhir kehamilan, payudara memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum
, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

Laktogenesis II
Saat melahirkan
, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI yang sebenarnya tidak langsung terjadi setelah melahirkan, jadi yang dikonsumsi bayi sebelum ASI adalah kolostrum.

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA)
, yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah terjadinya alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin
dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III.

Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan

Hormon Pengatur Produksi ASI
Ketika seorang bayi mulai menyusu pada puting seorang wanita, hasil perangsangan fisik menyebabkan impuls. Impuls pada ujung saraf ini dikirim ke kelenjar hipotalamus di otak, dimana secara bergantian kelenjar ini memberitahu kelenjar pituitari yang juga berada di otak untuk menghasilkan dua hormon yang disebut oksitosin dan prolaktin. Kedua hormon ini memiliki peranan penting untuk mengatur produksi dan sekresi ASI.

a. Hormon Prolaktin
Dalam proses menyusui, payudara mengirimkan rangsangan ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke payudara. Hormon prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja memproduksi susu.

Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak langsung bekerja ketika bayi menyusu. Sebagian besar hormon prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit setelah proses menyusui. Jadi setelah proses menyusui selesai, barulah sebagian besar hormon prolaktin sampai di payudara dan merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja. Jadi, hormon prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Sementara susu yang dihisap bayi sudah tersedia dalam payudara pada muara saluran ASI.

Saat menyusui, foremilk disimpan dalam alveoli dan lactiferous sinuses, akan tetapi kebanyakan dari susu hindmilk diproduksi berdasarkan permintaan. Payudara tidak menyimpan susu, tetapi memproduksinya berdasarkan permintaan. Semakin besar permintaan, semakin banyak susu yang diproduksi.

Yang sering dikeluhkan ibu-ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan kebutuhan. Jika diambil banyak akan diberikan banyak. Sederhananya, prinsip mekanisme produksi susu dalam payudara mirip dengan tanaman teh. Jika kita memetik pucuk teh, maka akan tumbuh dari bawah ketiak daun, dua buah cabang baru. Jadi semakin sering dipetik, semakin banyak pucuk mudanya. Jika tidak dipetik, tidak akan ada cabang baru.
Begitu pula dengan ASI, semakin sering disedot bayi, semakin banyak ASI yang diproduksi. Semakin jarang bayi menyusu, semakin sedikit ASI yang diproduksi. Jika bayi berhenti menyusu, maka payudara juga akan berhenti memproduksi ASI.

b. Hormon Oksitosin
Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak juga mengeluarkan hormon oksitosin selain hormon prolaktin. Hormon oksitosin diproduksi lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara.

Di payudara, hormon oksitosin merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi. Kontraksi ini menyebabkan ASI hasil produksi sel-sel pembuat susu terdorong mengalir melalui pembuluh menuju muara saluran ASI. Kadang-kadang, bahkan ASI mengalir hingga keluar payudara ketika bayi sedang tidak menyusu. Mengalirnya ASI ini disebut refleks pelepasan ASI atau milk ejection reflex atau let down reflex.

Produksi hormon oksitosin bukan hanya dipengaruhi oleh rangsangan dari payudara, tetapi juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu. Suara tangisan bayi juga dapat memicu aliran, yang memperlihatkan bagaimana produksi susu dapat dipengaruhi secara psikologi dan kondisi lingkungan. Jadi ketika ibu mendengar suara bayi, meskipun mungkin bukan bayinya, ASI dapat menetes keluar. Suara tangis bayi, sentuhan bayi, atau ketika ibu berpikir akan menyusui bayinya, atau bahkan ketika ibu memikirkan betapa sayangnya kepada sang bayi, ASI dapat menetes keluar.

Sebaliknya refleks pelepasan ASI dapat dihambat oleh kecemasan, ketakutan, perasaan tidak aman, atau ketegangan. Faktor-faktor ini diperkirakan dapat meningkatkan kadar epinefrin dan neroinefrin, dan selanjutnya akan menghambat transportasi oksitosin ke dalam payudara. Begitu pula bila ibu merasa tidak ingin memberikan ASI lagi (menyapih), kadang kala produksi susu juga akan berhenti dengan sendirinya.

Jika refleks pelepasan ASI ibu tidak bekerja dengan baik, bayi akan mengalami kesulitan memperoleh ASI karena harus mengandalkan hanya pada kekuatan sedotan menyusunya. Akibatnya, bayi akan kelelahan dan memperoleh sedikit ASI. Hal ini terkadang membuatnya frustasi, dan kemudian menangis.

Peristiwa ini tampak seolah-olah payudara berhenti memproduksi ASI, padahal tidak demikian, karena yang terjadi adalah payudara tetap memproduksi ASI, tetapi ASI tidak mengalir keluar. Oleh karena itu refleks pelepasan ASI yang bekerja dengan baik merupakan hal yang sangat penting bagi bayi.

Refleks Turunnya atau Pelepasan ASI
Keluarnya hormon oksitosin
menstimulasi turunnya susu (milk ejection / let-down reflex). Oksitosin menstimulasi otot di sekitar payudara untuk memeras ASI keluar. Para ibu mendeskripsikan sensasi turunnya susu dengan berbeda-beda, beberapa merasakan geli di payudara dan ada juga yang merasakan sakit sedikit, tetapi ada juga yang tidak merasakan apa-apa.

Refleks turunnya susu tidak selalu konsisten khususnya pada masa-masa awal. Tetapi refleks ini bisa juga distimulasi dengan hanya memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi kebocoran. Sering pula terjadi, payudara yang tidak menyusui bayi mengeluarkan ASI pada saat bayi menghisap payudara yang satunya lagi. Lama kelamaan, biasanya setelah dua minggu, refleks turunnya susu menjadi lebih stabil.

Refleks turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Oleh karena itu sebaiknya ibu tidak mengalami stres.Refleks turunnya susu yang kurang baik adalah akibat dari puting lecet, terpisah dari bayi, pembedahan payudara sebelum melahirkan, atau kerusakan jaringan payudara. Apabila ibu mengalami kesulitan dalam menyusui akibat kurangnya refleks ini, dapat dibantu dengan pemijatan payudara, penghangatan payudara dengan mandi air hangat, atau menyusui dalam situasi yang tenang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar